Foto: Wakil Ketua Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah. | dok. istimewa)

Jakarta Seorang oknum guru berinisial BEKD di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dilaporkan ke polisi atas dugaan mempertontonkan video porno kepada puluhan siswa kelas VI SD. Peristiwa ini mendapat sorotan serius dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah, yang menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran berat dan merusak integritas dunia pendidikan.

“Peristiwa ini tidak hanya melukai kondisi psikologis anak-anak, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan,” ujar Himmatul kepada wartawan, Sabtu (24/5/2025).

Menurutnya, perbuatan BEKD tidak hanya mencederai norma etika dan moral guru, tetapi juga bertentangan dengan sejumlah regulasi hukum yang berlaku di Indonesia.

“Tindakan tersebut jelas merupakan pelanggaran berat. Guru itu tidak hanya gagal menjadi teladan, tapi justru menjadi perusak moral anak-anak didiknya,” tegasnya.

Himmatul merinci, tindakan BEKD diduga melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2014, yang secara tegas melarang segala bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak, termasuk paparan konten pornografi.

Selain itu, perbuatan tersebut juga dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), di mana memperlihatkan materi pornografi kepada anak masuk kategori kekerasan seksual non-fisik.

“Secara moral dan etis, tindakan itu juga bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan nasional dan Kode Etik Guru,” tandas politisi Partai Gerindra itu.

Ia mendesak pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan masyarakat secara serius dan menegakkan hukum secara tegas. Tak hanya itu, Himmatul juga mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) serta Dinas Pendidikan setempat untuk bertindak cepat dan transparan.

“Kami meminta agar proses hukum berjalan dengan tegas. Selain itu, pemerintah harus memperkuat sistem seleksi, pelatihan, serta pengawasan terhadap tenaga pendidik agar peristiwa semacam ini tidak terulang,” ujarnya.

Tak kalah penting, Himmatul menekankan pentingnya pendampingan psikologis kepada para siswa yang menjadi korban.

“Anak-anak korban harus segera mendapatkan pendampingan psikologis agar bisa pulih dan kembali belajar dengan tenang,” pungkasnya.

Sebelumnya, BEKD dilaporkan ke pihak berwajib setelah diduga mempertontonkan video porno kepada 24 siswa kelas VI di sekolah tempatnya mengajar. Kepolisian Resor (Polres) Sabu Raijua mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya telah memeriksa 10 siswa sebagai saksi.

“Senin lalu, penyidik melakukan klarifikasi terhadap 10 anak korban dari total 24 siswa,” kata Kapolres Sabu Raijua, AKBP Paulus Naatonis, dalam keterangannya seperti dikutip dari detikBali, Jumat (23/5/2025).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *